Sudah saya bicarakan di depan tentang akhiran –i atau –wi. Kita mengambil juga dari Bahasa Arab akhiran –iah. Baik
akhiran –i atau –wi maupun akhiran –iah fungsinya sama yaitu membentuk
kata benda menjadi kata sifat dan mempunyai makna gramatikal ‘mempunyai
sifat’. Kata badaniyyun dan badaniyyatun dalam bahasa Arab menjadi badani atau badaniah dalam bahasa Indonesia. Kedua bentuk itu dalam bahasa Arab sama artinya ‘mempunyai sifat badan’; alami dan alamiah artinya
‘mempunyai sifat alam’. Perbedaan bentuk yang tampak pada kedua kata
itu disebabkan oleh perbedaan kasus. Yang pertama bentuk maskulinum dan yang kedua femininum (dalam bahasa Arab disebut muzakkar dan mu’annas).
Yang perlu kita bahas di sini ialah kata-kata seperti ilmiah dan rohaniah. Karangan ilmiah ialah ‘karangan yang bersifat ilmu’ dan tuntutan rohaniah artinya
‘tuntutan yang bersifat rohani’. Dalam bentuk seperti itu, ilmiah dan
rohaniah tidak ada persoalan. Yang menjadi masalah ialah bentuk ilmiawan dan rohaniawan, yaitu kata bentukan yang ditinjau dari segi lahiriahnya dapat dikatakan berasal dari ilmiah + wan dan rohaniah + wan.
Hal ini sebenarnya sudah pernah saya
bahas, tetapi agar persoalannya menjadi jelas, tidak ada salahnya jika
kita bicarakan sekali lagi.
Kata-kata yang mendapat akhiran –wan atau –man dalam
bahasa Indonesia, menurut contoh-contoh yang terdapat dalam bahasa
kita, kebanyakan kata benda. Kalau ada bentuk dasar berupa kata sifat,
maka kata sifat itu pun menunjukan sifat itu sebagai kata benda.
Misalnya, setiawan (dari kata dasa setia kata sifat) berarti ‘mempunyai sifat setia’; sosiawan artinya ‘mempunyai sifat sosial’; sukarelawan ‘mempunyai sifat suka dan rela’.
Namun, kata-kata bentukan dengan akhiran –iah seperti contoh di atas, tidak dapat lagi diberi akhiran –wan. Jika kita katakan Saudara Amir seorang ilmiawan, maka
arti yang terkandung di dalam kalimat itu ialah ‘Amir seorang yang
mempunyai sifat ilmiah’, padahal bukan itu yang dimaksud. Yang dimaksud
adalah bahwa Saudara Amir adalah seorang ahli dalam suatu bidang ilmu.
Kata bentukan yang tepat bentuk dasar yang kita ambil bukan ilmiah, melainkan ilmu. Demikian juga seorang rohaniawan artinya
‘seorang yang mempunyai sifat rohaniah’, padahal yang dimaksud ialah
seorang yang ahli dalam bidang yang berhubungan dengan urusan rohani.
Jika itu yang dimaksud, bentuk yang tepat ialah rohaniwan. Jika Anda buka Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan
W.J.S. Poerwadarminta, maka akan Anda lihat yang tercantum di dalamnya
sebagai entri (kata kepala) bukan rohaniawan, melainkan rohaniwan.
Sebenarnya kalau kita bertaat asas dalam membentuk sepatah kata berdasarkan analogi, maka bentuk yang tepat ialah rohaniman karena kata dasarnya rohani berakhir dengan vokal /i/. Bandingkan dengan bentuk yang sudah ada yaitu seniman (seni + man) dan kata yang lebih tua dari itu ialah budiman (budi + man).
Namun, karena bentuk –wan dan –man itu
merupakan alomorf dan dalam prakteknya akhiran –man tidak produktif,
maka orang lebih suka menggunakan bentuk rohaniwan daripada rohaniman.
Bentuk rohaniman dapat dikatakan tidak dikenal dalam pemakaian bahasa,
oleh karena itu baik kita tinggalkan saja.
Bentuk-bentuk dengan akhiran –iyyatun dalam bahasa Arab menjadi –iyyah jika bunyi akhir tun tidak dilafalkan. Jadi, badaniyyatun sama dengan badaniyyah, alamiyyatun sama dengan alamiyyah. Dalam bahasa Indonesia, bunyi –iyyah itu kita tulis dengan i-a-h saja menjadi –iah, bukan –iyah.
Contoh:
Ilmiah
alamiah
rohaniah
badaniah
insaniah
falsafiah
alamiah
rohaniah
badaniah
insaniah
falsafiah
Diambil dari buku “Inilah Bahasa Indonesia yang Benar” karangan J.S. Badudu.
0 comments:
Post a Comment